UPAYA MEMPERSIAPKAN PENDIDIKAN PROFESSIONAL DAN WIRAUSAHA PADA PRODI ARSITEKTUR
LATAR BELAKANG
Krisis ekonomi sedang melanda dunia, dunia usaha terguncang, semua perusahaan melakukan efisiensi yang mengakibatkan diberlakukan PHK pada tenaga-tenaga kerja yang dianggap kurang potensial. Jumlah pengangguran meningkat drastis, hal ini semakin diperparah dengan pertambahan jumlah tenaga kerja yang tidak seimbang dengan lapangan kerja yang tersedia.
Jumlah pengangguran terbuka di Indonesia per Agustus 2008 mencapai 9,39 juta jiwa (Harun Mahbub, 2009). Menurut hasil survei, pengangguran terbuka didominasi lulusan Sekolah Menengah Kejuruan sebesar 17,26 persen, lulusan Sekolah Menengah Atas 14,31 persen, lulusan universitas 12,59 persen, diploma 11,21 persen, baru lulusan SMP 9,39 persen dan SD ke bawah 4,57 persen.
Pengangguran terdidik dari perguruan tinggi menduduki peringkat ke tiga, kondisi ini terjadi karena kemandirian dan semangat kewirausahaan sarjana Indonesia masih sangat rendah sehingga mereka terjebak mencari kerja meskipun lapangan kerja terbatas.
Menurut data dari Badan Pusat Statistik, jumlah penganggur berpendidikan tinggi selama kurun 2004 -2007 mencapai 50 persen atau lebih jika dibandingkan pengangguran lulusan diploma I/II dan akademi/diploma III. Lebih dari 80 persen sarjana memilih bekerja sebagai buruh atau karyawan dan hanya sekitar enam persen yang bekerja sendiri (ELN, Kompas.com, 30 Oktober 2008).
Pendidikan entrepreneurship memang semakin perlu diajarkan untuk mahasiswa, dan yang tidak kalah penting bagaimana kita mendorong perguruan tinggi untuk bisa memiliki dan mengiplementasikan ide-ide untuk memecahkan persoalan yang sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia.
SD Darmono (Presdir PT Jababeka Tbk.) mengatakan, perusahaan di Indonesia memang menghadapi kendala mendapatkan tenaga kerja yang berpengalaman dan terampil. Daya tarik berinvestasi di Indonesia yang menyediakan tenaga kerja murah namun dinilai tidak terampil tidak lagi diminati investor. Pengetahuan dan keterampilan bisa dipelajari. Yang memprihatinkan, kebiasaan dan sikap para sarjana di dunia kerja tersebut dalam hal disiplin, tanggung jawab, jujur dan inovatif masih kurang memuaskan.
Sebuah majalah di Indonesia mengadakan polling tentang profesi terseksi yang diminati masyarakat (Binstudio.com, 19 Januari 2009). Arsitek mendapat kedudukan pada rangking ketiga. Rangking pertama diduduki oleh pemadam kebakaran, dengan alasan mengutamakan dan menyelamatkan manusia dalam sebuah musibah. Urutan kedua adalah: dokter. Profesi arsitek ini ternyata mengalahkan profesi lawyer dan polisi atau angkatan bersenjata. Hal yang sangat menarik, kita perlu introspeksi diri mengenai hal ini.
Profesi arsitek, saat ini memang sedang banyak disoroti oleh berbagai media massa (radio, TV, majalah, tabloid, koran) bahkan buku-buku tentang arsitektur dan interior banyak dijual dimana-mana. Dunia arsitektur dan interior mulai menggeliat lagi semenjak akhir tahun 2000. Banyak bangunan-bangunan dan interior menarik yang sudah berdiri, menjadi pusat perhatian wartawan bahkan para kritikus property dan bangunan. Adalah wajar apabila profesi arsitek mendapat rangking tersebut di atas.
Yang mengkhawatirkan pada saat ini adalah bahwa banyaknya lulusan sarjana arsitek tidak sebanding dengan tersedianya lapangan kerja di biro-biro konsultan bagi mereka. Sebagian dari mereka bekerja sesuai dengan bidangnya, sisanya akan bekerja di bidang lain seperti : Bank, periklanan, broker, designer grafis, designer produk, designer interior atau developer yang paling tidak masih bersinggungan dengan profesi terseksi ini; sedangkan beberapa diantaranya menjadi penggangguran intelek. Ini adalah permasalahan bangsa yang harus sesgera ditangani.
UPAYA PENERAPAN PENDIDIKAN PROFESSIONAL DAN WIRAUSAHA
PADA PERKULIAHAN DI PRODI ARSITEKTUR UNS
Empat pilar pendidikan menurut UNESCO yakni terdiri dari : Learning to know (belajar untuk mengetahui), learning to be (belajar untuk menjadi seseorang), learning to live together (belajar untuk hidup bersama) dan learning to do (belajar untuk melakukan). Pendidikan arsitektur sebagai salah satu cabang pendidikan keilmuan, harus menerapkan ke empat pilar tersebut dalam kurikulum silabus pembelajarannya (www.unesco.org).
Berbicara mengenai pendidikan arsitektur, tak luput dari membicarakan mengenai kampus sebagai produsen para sarjana arsitek, dan selanjutnya kurikulum silabus apa saja yang diberikan disana untuk menunjang mahasiswanya supaya siap untuk diterjunkan ke lapangan menjadi wirausaha atau tenaga kerja yang profesional dalam bidangnya.
Pemerintah RI menetapkan 7 bidang keprofesian (Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 036/U/1993 dan Nomor 056/U/1994), yaitu : Dokter, Dokter Gigi, Psikolog, Akuntan, Notaris, Insinyur dan Arsitek. Ditetapkan pula bahwa calon pelaku dalam bidang keprofesian tersebut memerlukan pendidikan tambahan sesuai dengan pendidikan tinggi S1 untuk memenuhi tuntutan keprofesiannya masing-masing.
Pendidikan tinggi untuk para arsitek pada awal pendirannya mempunyai misi untuk menghasilkan para arsitek profesional yang siap pakai dengan masa pendidikan 5 tahun, selain diberi pengetahuan tentang ilmu arsitektur para mahasiswanya juga diberi ketrampilan merancang melalui penugasan di studio, pembekalan pengalaman kerja melalui praktik kerja/magang, di akhir masa pendidikannya diuji melalui simulasi proyek nyata dan apabila lulus dinyatakan sebagai insinyur (Dewan Pendidikan Arsitektk IAI, 2007). Sekarang sudah berubah, masa pendidikan di Jurusan Arsitektur dipersingkat menjadi + 4 tahun, dengan jumlah sks yang lebih sedikit, dan apabila lulus disebut dengan Sarjana Teknik. Setelah perubahan ini terdapat keluhan dari pihak pengguna, yang menganggap bahwa sarjana arsitek yang dihasilkan oleh Perguruan Tinggi pada saat ini belum siap pakai.
Hal ini ditambah lagi timbul kesenjangan dengan organisasi arsitek sedunia Union Internationale des Architectes (UIA) bersama-sama dengan American Institutes of Architects (AIA) dan Architects’ Society of China (ASA) merekomendasikan bahwa :
• Pendidikan minimal bagi seorang calon arsitek profesional adalah 5 tahun, dilanjutkan dengan pemagangan sekurang-kurangnya 4 tahun.
• Pendidikan minimal bagi seorang calon arsitek profesional harus mencakup 37 butir pengetahuan, sedangkan pemagangannya harus menghasilkan 13 butir kemampuan.
IAI sebagai anggota UIA menerapkan rekomendasi tersebut di atas. 37 butir pengetahuan sampai saat ini masih terus sedang dicari kesepakatannya antara IAI dengan Perguruan Tinggi. Sedangkan 13 butir kemampuan oleh IAI dijadikan tolok ukur dalam penilaian karya para arsitek anggota IAI yang ingin memiliki sertifikat.
37 butir pengetahuan yang direkomendasikan UIA tersebut adalah sebagai berikut :
1. Verbal
2. Grafis
3. Riset
4. Berfikir kritis
5. Dasar-dasar perancangan
6. Kolaborasi
7. Perilaku manusia
8. Keragaman manusia
9. Sejarah dan preseden
10. Tradisi nasional dan regional
11. Tradisi barat
12. Tradisi non-barat
13. Pelestarian lingkungan
14. Aksesibilitas
15. Kondisi tapak
16. Sistem keteraturan formal
17. Sistem struktur
18. Sistem penyelamatan dari bangunan
19. Sistem sampul bangunan
20. Sistem lingkungan bangunan
21. Sistem pelayanan bangunan
22. Integrasi sistem bangunan
23. Tanggung jawab hukum
24. Kepatuhan terhadap peraturan bangunan
25. Bahan bangunan dan penerapannya
26. Ekonomi bangunan dan pengendalian biaya
27. Pengembangan detail rancangan
28. Dokumentasi grafik
29. Perancangan komprehensif
30. Persiapan program
31. Konteks hukum praktek arsitektur
32. Organisasi dan manajemen praktek
33. Kontrak dan dokumentasi
34. Pemagangan
35. Wawasan peran arsitek
36. Kondisi masa silam dan kini
37. Etika dan penilaian professional
Sedangkan 13 butir kemampuan yang direkomendasikan IAI adalah meliputi :
1. Kemampuan menghasilkan rancangan arsitektur yang memenuhi ukuran estetika dan persyaratan teknik yang bertujuan melestarikan lingkungan.
2. Pengetahuan yang mamadai tentang sejarah dan teori arsitektur termasuk seni, teknologi, dan ilmu-ilmu pengetahuan manusia.
3. Pengetahuan tentang seni rupa dan pengaruhnya terhadap kualitas rancangan arsitektur.
4. Pengetahuan yang memadai tentang perencanaan dan perancangan kota serta ketrampilan yang dibutuhkan dalam proses perencanaan itu.
5. Memahami hubungan antara manusia dan bangunan gedung serta antara bangunan gedung dan lingkungannya juga memahami pentingnya mengaitkan ruang-ruang yang terbentuk diantara manusia, bangunan gedung dan lingkungannya tersebut untuk kebutuhan manusia dan skala manusia.
6. Menguasai pengetahuan yang memadai tentang cara menghasilkan perancangan yang sesuai daya dukung lingkungan.
7. Memahami aspek keprofesian dalam bidang arsitektur dan menyadari peran arsitek di masyarakat khususnya dalam penyusunan kerangka acuan kerja yang memperhitungkan factor-faktor sosial.
8. Memahami metode penelusuran dan penyiapan program rancangan bagi sebuah proyek perancangan.
9. Memahami permasalahan struktur, konstruksi dan rekayasa yang berkaitan dengan rancangan bangunan gedung.
10. Menguasai pengetahuan yang memadai mengenai masalah fisik dan fisika, teknologi dan fungsi bangunan gedung sehingga dapat melengkapinya dengan kondisi internal yang memberi kenyamanan serta perlindungan terhadap iklim setempat.
11. Menguasai ketrampilan yang dipergunakan untuk memenuhi persyaratan pihak pengguna bangunan gedung dalam rentang kendala biaya pembangunan dan peraturan bangunan.
12. Menguasai pengetahuan yang memadai tentang industri, organisasi, peraturan dan tata cara yang berkaitan dengan proses penerjemahan konsep perancangan menjadi bangunan gedung serta proses memadukan penataan daerah-daerahnya menjadi perancangan yang menyeluruh.
13. Menguasai pengetahuan yang memadai mengenai pendanaan proyek, manajeman proyek dan pengendalian beaya pembangunan.
Cakupan 37 butir pengetahuan dan 13 butir kemampuan di atas pada dasarnya harus terkandung dalam kurikulum dan silabus pendidikan tinggi Arsitektur di Indonesia. Masukkan tersebut secara garis besar dapat digambarkan sebagai berikut :
Jurusan Arsitektur FT. UNS sebagai salah satu Perguruan Tinggi di tanah air sudah berusaha menerapkan kurikulum dan silabus sesuai dengan 4 pendidikan menurut UNESCO, 37 butir rekomendasi UIA dan 13 butir kemampuan yang direkomendasikan IAI tersebut di atas pada 144 sks yang diberikan untuk pendidikan strata S1, yaitu :
Tugas dari Perguruan Tinggi menurut Endrotomo (2009) adalah mendidik mahasiswa menjadi seorang sarjana yang siap untuk dipakai pada pasar kerja yang membutuhkannya dan mendapatkan pengakuan oleh masyarakat. Dalam melakukan proses pembelajaran, sebuah Perguruan Tinggi didukung oleh : Masyarakat akademik; leader, menejemen, resources; dan penjaminan mutu. Sebuah Perguruan Tinggi harus memahami relevansinya dengan perkembangan kebutuhan stakeholders, meningkatkan mutu dan kompetensi lulusan serta membangun karakter pembelajaran berkelanjutan.
Dalam upaya mendidik mahasiswa menjadi seorang sarjana yang siap untuk dipakai pada pasar kerja, Jurusan Arsitektur FT. UNS menerapkan mata kuliah Studio Perancangan Arsitektur sebagai mata kuliah inti, didukung oleh semua mata kuliah lain untuk melengkapi dasar-dasar estetika dan keilmuan bagi konsep perancangannya. Mata kuliah ini lebih menekankan mahasiswa untuk praktek merancang bangunan di studio dengan bimbingan dosen pengampu, agar mahasiswa dapat mengaplikasikan ilmu yang diperolehnya dengan tepat pada hasil rancangannya.
Mata kuliah teori dan metode perancangan arsitektur sebagai mata kuliah penunjang utama, mulai diberikan di semester 3. Sejak periode tersebut mahasiswa mulai diminta untuk membuat konsep perancangan dan observasi terhadap kasus yang telah ada di lapangan (sesuai dengan jenis tugas bangunan yang dirancang). Untuk SPA 3 sampai dengan SPA 5, tugas konsep perancangan dikerjakan secara berkelompok, transformasi desain dan desain dibuat secara individu. Sedangkan untuk SPA 6 dan 7, tugas konsep perancangan, transformasi desain dan desain dikerjakan secara individu.
Tujuan observasi lapangan terhadap bangunan yang sejenis dengan kasus tugas yang dirancang adalah :
• Untuk membuka wawasan mahasiswa terhadap karya arsitek yang ada disekelilingnya
• Belajar mengevaluasi karya yang sudah ada untuk mendapatkan contoh cara pemecahan masalah desain yang telah dilakukan oleh para arsitek
• Menjadi contoh awal untuk mengembangkan kreativitas, untuk dikembangkan lebih lanjut.
Mulai SPA 5 observasi tersebut dilakukan baik terhadap bangunan yang ada di sekitar Solo, maupun pada kasus-kasus bangunan yang ada di literatur (buku, majalah, tugas kerja praktek mahasiswa) maupun dari internet. Mahasiswa diminta untuk mengkaji bangunan tersebut secara lengkap untuk tugas kecil di awal perkuliahan, sehingga pada saat membuat rancangan bangunan mereka sudah memiliki wawasan dan lebih siap.
Puncak dari mata kuliah studio perancangan adalah tugas akhir. Silabi dari mata kuliah tugas akhir ini adalah : Mengembangkan kemampuan merencanakan dan merancang fasilitas atau lingkungan binaan dengan permasalahan yang spesifik melalui pendekatan sistematik dan metodologis, berupa konsep desain dan pemrograman berdasar pengalaman teoritik–empirik dengan mempertimbangkan prediksi kelayakan, fungsional atau rasional yang dilakukan dengan penuh tanggungjawab. Pada mata kuliah tugas akhir ini semua bekal kailmuan dan keahlian mendesain mahasiswa diterapkan.
Pada saat membuat tugas perancangan mahasiswa dibekali dengan teori-teori/standard yang ada pada literatur, bimbingan/konsultasi dengan dosen pengampu/dosen lain yang dianggap ahli di bidangnya dan wawasan dari melihat kasus bangunan sejenis di lapangan.
Untuk memperluas cakrawala tentang bangunan-bangunan karya arsitek unggulan di Indonesia, beberapa kali dalam 1 semester di datangkan arsitek ahli secara pribadi untuk mengadakan kuliah umum terhadap mahasiswa. Selain itu juga dilakukan bedah karya arsitek ternama oleh para ahli maupun mahasiswa.
Hal ini dirasa kurang efektif, seharusnya ada program/hubungan kerjasama yang lebih intensif/rutin antara Jurusan Arsitektur dengan IAI sehingga transformasi ilmu praktik kepada mahasiswa bisa berjalan dengan lebih sempurna. Hal ini bisa meningkatkan profesionalisme mahasiswa dalam bidangnya, serta akan mengikis anggapan masyarakat/dunia kerja bahwa sarjana S1 hanya pandai berteori dan sama sekali tidak siap untuk diterjunkan ke lapangan. Paling tidak, sebagai fresh graduate mereka harus siap dijadikan asisten yang berpengalaman bagi arsitek senior di atasnya.
Selain menyiapkan mahasiswa untuk berkembang menjadi arsitek profesional, dalam rangka untuk memahami relevansi dengan perkembangan kebutuhan masyarakat, Jurusan Arsitektur UNS juga berusaha menyiapkan mahasiswanya supaya mempunyai motivasi yang tinggi untuk berwirausaha. Mata kuliah yang telah disiapkan untuk menunjang hal tersebut adalah sebagai berikut :
Mata kuliah kewirausahaan diberikan oleh dosen MKDU, berisi tentang teori-teori dasar wirausaha.
Pada mata kuliah interior mahasiswa dilatih untuk menata interior sebuah ruangan pada bangunan yang telah ditentukan, untuk memperluas wawasan praktik, mahasiswa diminta untuk observasi lapangan terhadap ruangan/bangunan sesuai dengan kasus yang diselesaikan (dalam skala lebih sederhana). Mata kuliah interior & eksterior ini ditunjang oleh mata kuliah desain produk.
Pada mata kuliah desain produk mahasiswa diajarkan untuk mampu merancang satu satuan elemen produk interior/eksterior yang laik pakai dan laik pasar. Dimulai dari observasi lapangan terhadap tempat produksi elemen interior/eksterior untuk mengkaji : desain yang diminati masyarakat, kenyamanan (standard arsitektural) dari produk tersebut, pemilihan bahan, cara pembuatan, finishing, anggaran biaya produksi, sampai kemungkinan penanganan limbahnya.
Untuk lebih memacu semangat wirausaha mahasiwa, telah beberapa kali di datangkan praktisi untuk memberikan kuliah tamu akan tetapi perlu ditindak lanjuti dengan lebih baik. Bahkan telah dilakukan program rutin dengan kelompok usaha seperti INEAS yang memberikan pengenalan kepada mahasiswa tantang penggunaan bahan-bahan interior terkini.
Upaya ini sudah mendatangkan hasil walaupun belum optimal, beberapa lulusan telah berwirausaha/bekerja di bidang-bidang ini dan cukup berhasil. Untuk itu perlu ditingkatkan lagi keberlanjutan hubungan dengan para praktisi dan dunia usaha agar mahasiswa lebih mempunyai keleluasaan untuk menimba pengalaman di dunia usaha yang bersangkutan dan dapat memperoleh ilmu praktik lebih banyak.
Dari upaya tersebut di atas diharapkan para arsitek lulusan S1 dari Jurusan Arsitektur UNS :
• Siap pakai untuk dunia usaha profesional dalam bidangnya
• Siap untuk mengembangkan diri bersama-sama IAI menjadi arsitek profesional
• Siap mengembangkan diri untuk mengikuti jenjang pendidikan yang lebih tinggi
Atau di jalur lain
• Siap untuk membuka berwirausaha yang berkaitan dengan bidang arsitektural
Dengan ini diharapkan “masa tunggu” fresh graduate bisa diperpendek dan angka jumlah pengangguran bisa dikurangi.
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Arsitek termasuk dalam 7 bidang keprofesian menurut Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 036/U/1993 dan Nomor 056/U/1994. Empat pilar pendidikan menurut UNESCO yakni : Learning to know, learning to be, learning to live together dan learning to do. Pendidikan arsitektur sebagai salah satu cabang pendidikan keilmuan, harus menerapkan ke empat pilar tersebut dalam kurikulum silabus pembelajarannya.
Pendidikan tinggi untuk para arsitek pada awal pendirannya mempunyai misi untuk menghasilkan para arsitek profesional yang siap pakai dengan masa pendidikan 5 tahun dan apabila lulus disebut insinyur. Sekarang sudah berubah, masa pendidikan di Jurusan Arsitektur dipersingkat menjadi + 4 tahun, dengan jumlah sks yang lebih sedikit, dan apabila lulus disebut dengan Sarjana Teknik. Setelah perubahan ini terdapat keluhan dari pihak pengguna, yang menganggap bahwa sarjana arsitek yang dihasilkan oleh Perguruan Tinggi saat ini belum siap pakai.
Timbul kesenjangan dengan UIA, AIA dan ASA yang merekomendasikan bahwa :
• Pendidikan minimal calon arsitek profesional adalah 5 tahun, dan pemagangan sekurang-kurangnya 4 tahun.
• Pendidikan minimal calon arsitek profesional harus mencakup 37 butir pengetahuan, dan pemagangannya harus menghasilkan 13 butir kemampuan.
37 butir pengetahuan sampai saat ini masih terus sedang dicari kesepakatannya antara IAI dengan Perguruan Tinggi, sedangkan 13 butir kemampuan dijadikan tolok ukur dalam penilaian karya para arsitek anggota IAI yang ingin memiliki sertifikat. Cakupan 37 butir pengetahuan dan 13 butir kemampuan harus terkandung dalam kurikulum dan silabus pendidikan tinggi Arsitektur di Indonesia.
Tugas dari Perguruan Tinggi adalah mendidik mahasiswa menjadi seorang sarjana yang siap untuk dipakai pada pasar kerja dan mendapatkan pengakuan masyarakat. Dalam melakukan proses pembelajaran, sebuah Perguruan Tinggi didukung oleh : Masyarakat akademik; leader, menejemen, resources; dan penjaminan mutu. Sebuah Perguruan Tinggi harus memahami relevansinya dengan perkembangan kebutuhan stakeholders, meningkatkan mutu dan kompetensi lulusan serta membangun karakter pembelajaran berkelanjutan.
Jurusan Arsitektur FT. UNS sebagai salah satu Perguruan Tinggi di tanah air sudah berusaha menerapkan kurikulum dan silabus sesuai dengan Empat pilar pendidikan menurut UNESCO, 37 butir rekomendasi UIA dan 13 butir kemampuan yang direkomendasikan IAI tersebut di atas pada 144 sks yang diberikan untuk pendidikan strata S1.
Dalam upaya mendidik mahasiswa menjadi seorang sarjana yang siap untuk dipakai pada pasar kerja, Jurusan Arsitektur FT. UNS menerapkan mata kuliah Studio Perancangan Arsitektur 1-7 sebagai mata kuliah inti, didukung oleh semua mata kuliah lain untuk melengkapi dasar-dasar estetika dan keilmuan bagi konsep perancangannya. Puncak dari mata kuliah studio perancangan adalah tugas akhir. Silabi dari mata kuliah tugas akhir, pada mata kuliah tugas akhir ini semua bekal kailmuan dan keahlian mendesain mahasiswa diterapkan.
Pada saat membuat tugas perancangan mahasiswa dibekali dengan teori-teori/standard yang ada pada literatur, bimbingan/konsultasi dengan dosen pengampu/dosen ahli dan memperluas wawasan melihat kasus bangunan di lapangan. Untuk mengenal lebih dalam bangunan-bangunan karya arsitek unggulan di Indonesia, di datangkan arsitek ahli secara pribadi untuk mengadakan kuliah umum terhadap mahasiswa. Selain itu juga dilakukan bedah karya arsitek ternama oleh para ahli maupun mahasiswa.
Hal ini dirasa kurang efektif, seharusnya ada program/hubungan yang lebih intensif/rutin antara Jurusan Arsitektur dengan IAI sehingga transformasi ilmu praktik kepada mahasiswa bisa berjalan dengan lebih sempurna.
Selain menyiapkan mahasiswa untuk berkembang menjadi arsitek profesional, Jurusan Arsitektur UNS juga berusaha menyiapkan mahasiswanya supaya mempunyai motivasi yang tinggi untuk berwirausaha yang diterapkan pada mata kuliah kewirausahaan, interior & eksterior dan desain produk.
Mata kuliah kewirausahaan yang sangat teoritis kurang diminati oleh mahasiwa. Mahasiswa lebih tertarik pada mata kuliah interior & eksterior dan desain produk yang lebih aplikatif.
Pada mata kuliah interior & eksterior mahasiswa dilatih untuk menata interior sebuah ruangan pada bangunan yang telah ditentukan dan observasi lapangan terhadap ruangan/bangunan sesuai dengan kasus yang diselesaikan.
Pada mata kuliah desain produk mahasiswa diajarkan untuk mampu merancang satu satuan elemen produk interior/eksterior yang laik pakai dan laik pasar. Melakukan observasi lapangan terhadap tempat produksi elemen interior/eksterior untuk melihat dan mengkaji langsung desain sebuah produk.
Untuk lebih memacu semangat wirausaha mahasiwa, telah beberapa kali di datangkan praktisi dan INEAS. Upaya ini sudah mendatangkan hasil walaupun belum optimal, beberapa lulusan telah berwirausaha/bekerja di bidang-bidang ini dan cukup berhasil. Untuk itu perlu ditingkatkan lagi keberlanjutan hubungan dengan para praktisi dan dunia usaha.
REFERENSI
Binstudio, 2009, Berani Jadi Arsitek?, Binstudio.com, Senin 19 Januari 2009.
Dewan Pendidikan Arsitek IAI, Badan Pendidikan Arsitek IAI, 2007, Pedoman Pelaksanaan Program Pendidikan Profesi Arsitek (Transisional) IAI, Badan Sistem Informasi Arsitektur IAI, Jakarta.
Endrotomo, 2009, Konsep Kurikulum Berbasis kompetensi di Perguruan Tinggi, makalah, Diskusi Taksonomi Pendidikan Arsitektur, Jurusan Arsitektur UNS.
ELN, 2008, Sarjana Indonesia Tidak Bisa Mandiri, Kompas.com, Kamis 30 Oktober 2008.
Harun Mahbub, 2009, Jumlah Pengangguran di Indonesia 9,43 Juta Orang, Tempo Interaktif, Senin 5 Januari 2009.
UNESCO, Empat Pilar Pendidikan, www.unesco.org